Hukum Orang Hamil Tidak Puasa

Ibu Hamil yang Mengalami Dehidrasi

Rata-rata ibu hamil pada kehamilan trimester pertama akan mengalami morning sickness yang ditandai dengan seringnya muntah.

Ternyata morning sickness bisa menyebabkan dehidrasi pada ibu hamil. Sebab, muntah dengan intensitas yang cukup sering dapat membuat cairan dalam tubuh terbuang, sehingga menyebabkan dehidrasi.

Sebaiknya, ibu yang mengalami dehidrasi harus sering mengonsumsi air atau makanan yang banyak mengandung air.

Apabila Anda ingin berpuasa Ramadan saat hamil, sebaiknya konsultasi terlebih dahulu ke dokter kandungan

Baca Juga: Menunda Mandi Wajib Setelah Haid dan Junub di Bulan Ramadan, Puasa Tetap Sah?

Gangguan Sistem Pencernaan

Jika ibu hamil sedang mengalami penyakit yang berhubungan dengan pencernaan, misalnya maag, ibu disarankan untuk tidak melakukan puasa.

Ibu hamil yang memaksakan diri untuk puasa ditakutkan akan memperparah penyakit maag yang dialami, yang juga bisa berbahaya untuk kesehatan janin.

Mengeluarkan Flek atau Pendarahan

Pada saat sedang mengalami flek atau pendarahan, disarankan ibu hamil membatalkan puasanya.

Hal ini karena dikhawatirkan pendarahan akan semakin parah jika ibu hamil tetap melakukan puasa.

Selain pendarahan yang semakin parah, perkembangan dan kesehatan janin juga dikhawatirkan akan mengalami gangguan.

Langkah-langkah Mengganti dan Mengqadha Puasa yang Ditinggalkan

Untuk mengganti dan mengqadha puasa yang ditinggalkan, ada beberapa langkah yang perlu diikuti sesuai dengan ajaran Islam.

Batas waktu untuk mengganti puasa Ramadan yang ditinggalkan juga perlu diperhatikan. Setiap orang yang memiliki puasa yang belum dikerjakan dari bulan Ramadan sebelumnya harus segera menggantinya sebelum Ramadan berikutnya tiba.

Jika puasa Ramadan yang ditinggalkan tidak diganti sebelum Ramadan berikutnya, maka seseorang tetap wajib untuk menggantinya di lain waktu dan membayar fidyah.

Selain mengganti puasa yang ditinggalkan, ada juga opsi untuk membayar fidyah sebagai pengganti puasa bagi orang yang tidak mampu menjalankan puasa. Fidyah berupa pemberian makanan kepada orang yang berhak menerima atau sejumlah tertentu uang sebagai pengganti setiap hari puasa yang ditinggalkan.

Baca juga: Ketentuan Puasa Ramadan Bagi yang Melakukan Perjalanan Mudik

Uzur Menyebabkan Pelarangan Berpuasa

Uzur, secara bahasa, berarti halangan atau alasan. Dalam konteks ibadah puasa, uzur merujuk pada kondisi yang dibenarkan secara syar'i (sesuai hukum Islam) untuk tidak berpuasa. Orang yang mengalami uzur dilarang untuk berpuasa dan wajib menggantinya di hari lain setelah kondisinya pulih.

Perlu diingat bahwa uzur merupakan suatu halangan yang bersifat sementara. Ketika kondisinya telah pulih, maka orang yang memiliki uzur wajib mengganti puasanya di hari lain.

Hukum Tidak Puasa di Bulan Ramadhan Bagi Pemudik

Bulan Ramadhan merupakan momen istimewa bagi umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa. Namun, bagi sebagian orang, momen ini diiringi dengan tradisi mudik, perjalanan panjang untuk kembali ke kampung halaman. Dilema pun muncul, bagaimana hukum tidak puasa bagi pemudik?

Artikel ini akan membahas tuntas mengenai hukum tidak puasa di bulan Ramadhan bagi pemudik, berdasarkan dalil agama dan fatwa ulama. Kami akan mengulas berbagai situasi yang memungkinkan pemudik untuk tidak berpuasa, serta konsekuensi dan kewajibannya.

Baca juga: Tips Mudik Sehat dan Aman: Perjalanan Selamat

Penjelasan Mengenai Fidyah dan Kewajiban Mengganti Puasa yang Ditinggalkan

Fidyah dan mengqadha puasa merupakan konsekuensi yang harus dilakukan oleh seseorang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur (alasan syar'i yang dibenarkan). Berikut penjelasan mengenai keduanya:

Fidyah secara bahasa berarti tebusan. Dalam konteks puasa, fidyah adalah denda berupa makanan pokok yang diberikan kepada fakir miskin sebagai pengganti puasa yang ditinggalkan.

Besaran fidyah disetarakan dengan satu mud (sekitar 650 gram) makanan pokok yang biasa dikonsumsi di daerah tempat tinggal orang yang wajib fidyah. Misalnya, bisa berupa beras, gandum, atau kurma.

Mengqadha puasa berarti mengganti puasa yang tertinggal di luar bulan Ramadhan. Ini adalah kewajiban bagi semua orang yang meninggalkan puasa Ramadhan tanpa uzur.

Tata Cara Mengqadha Puasa:

Konsultasikan dengan ulama terpercaya untuk mendapatkan penjelasan lebih rinci terkait kondisi khusus Anda. Lunasi hutang puasa Ramadhan sesegera mungkin. Menjaga niat dan ketulusan saat menjalankan puasa qadha.

Baca juga: 5 Cara Berbuka Puasa Dalam Perjalanan Mudik Lebaran

Dengan demikian, penting bagi para pemudik untuk memastikan kondisi kendaraan dalam keadaan prima sebelum memulai perjalanan mudik, terutama di bulan suci Ramadhan.

Melakukan perawatan kendaraan seperti servis oli, cek aki, dan kondisi ban dapat menjadi langkah preventif yang sangat penting untuk menghindari masalah di tengah perjalanan.

Untuk memastikan kelancaran perjalanan mudik Anda, Astra Otoshop siap membantu dengan menyediakan berbagai produk suku cadang kendaraan berkualitas. Anda dapat memperoleh oli, aki, atau ban sebagai cadangan spare parts yang dapat berguna dalam situasi darurat.

Jangan ragu untuk menghubungi kami melalui layanan konsultasi 24 jam di Astra Otoshop. Anda dapat menghubungi kami melalui telepon di 1500015 atau melalui WhatsApp di nomor +62895351500015. Persiapkan kendaraan Anda sekarang dan jalani perjalanan mudik dengan aman dan nyaman. Selamat berkendara!

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pada dasarnya, ibu hamil boleh berpuasa Ramadan asal tidak membahayakan dirinya dan janin yang sedang dikandungnya.

Artinya, apabila ibu hamil ingin berpuasa di bulan Ramadan, sebaiknya harus yang kuat secara fisik, psikologis dan mendahulukan keselamatan sang bakal bayi.

Rasulullah SAW mengatakan ada beberapa golongan yang tidak diwajibkan puasa Ramadan, salah satunya ibu hamil dan menyusui.

Dengan catatan, apabila sudah melahirkan dan selepas menyusui, diwajibkan membayar utang puasa atau membayar fidyah.

“Sesungguhnya Allah melepaskan dari seorang musafir kewajiban puasa dan ‘setengahnya’ salat, dan melepaskan dari ibu hamil dan ibu menyusui kewajiban puasa.” [HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Baihaqi].

Dari segi medis, ada beberapa situasi yang menandakan bahwa ibu hamil sebaiknya tidak berpuasa di bulan Ramadan.

Baca Juga: Niat, Tata Cara Salat Duha, Waktu Pelaksanaan dan Doa yang Dibaca Setelahnya

Berikut kondisi ibu hamil yang tidak diperbolehkan untuk menjalankan ibadah puasa, melansir Hermina Hospital, Minggu (26/3/2023).

Muntah yang Tidak Membatalkan Puasa

Puasa tidak batal jika muntah terjadi karena tidak disengaja. Muntah ini merupakan muntah yang tidak dapat dikendalikan atau disebut juga sebagai muntah yang menguasai diri. Jadi, ketika muntah yang terjadi secara tidak disengaja, maka hukumnya adalah sah untuk lanjut berpuasa.

Muntah yang tidak dapat membatalkan puasa juga dapat meliputi muntah yang bergerak turun kembali dengan sendirinya.

Untuk mengantisipasi muntah yang terjadi, baik disengaja maupun tidak disengaja, ada baiknya untuk mengetahui apa penyebab seseorang bisa mengalami muntah. Berikut ini beberapa penyebab seseorang bisa muntah:

Beberapa jenis infeksi dan virus bisa menjadi penyebab muntah dan mual. Seseorang bisa terkena racun ketika menelan makanan atau minuman yang mengandung virus, toksin, atau bakteri, seperti Salmonella dan Escherichia coli.

Virus gastrointestinal lainnya, seperti norovirus atau rotavirus dapat terjadi karena adanya kontak dekat dengan seseorang yang sakit.

GERD merupakan salah satu penyebab seseorang mengalami muntah yang paling sering ditemukan. Sakit maag atau penyakit refluks gastroesofagus (GERD) bisa menyebabkan isi perut kembali ke kerongkongan saat makan. Hal ini menciptakan sensasi terbakar yang menyebabkan mual dan muntah.

Gastroparesis dapat membuat perut mengosongkan diri jauh lebih lambat dari yang seharusnya terjadi. Gangguan ini menyebabkan adanya beberapa gejala yang mencakup mual, muntah, merasa mudah kenyang, dan pengosongan lambung yang lambat.

Gastritis merupakan peradangan di lapisan pelindung lambung. Kondisi ini bisa disebabkan oleh infeksi bakteri saluran pencernaan.

Infeksi bakteri paling umum yang menyebabkan gastritis yaitu H. pylori, yaitu bakteri yang dapat menginfeksi lapisan lambung. Gejala yang terjadi bisa mual, muntah, perasaan penuh di perut bagian atas terutama setelah makan, dan gangguan pencernaan.

Mabuk perjalanan atau mabuk laut bisa terjadi akibat perjalanan kendaraan yang bergelombang. Gerakan ini bisa menyebabkan pesan yang dikirimkan ke otak tidak sinkron dengan indra, sehingga menyebabkan mual, pusing, atau muntah.

Saksikan video di bawah ini:

Hukum Membatalkan Puasa dengan Sengaja

Sebagian besar ulama sepakat bahwa membatalkan puasa dengan sengaja tanpa udzur syar'i yang jelas, hukumnya adalah haram dan berdosa. Sehingga orang tersebut berkewajiban untuk menggantinya.

Kewajiban berpuasa harus benar-benar dijaga dan diperhatikan, sehingga semua hal yang berpotensi membatalkan puasa harus dihindari. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan dalam salah satu ayat suci Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (QS Al-Baqarah: 183)

Hukum Nonton Film Dewasa Saat Puasa, Apakah Batal?

Daftar 8 perkara yang membatalkan puasa adalah sesuatu yang masuk ke dalam lubang tubuh dengan sengaja, mengobati dengan cara memasukkan benda pada salah satu dari dua jalan (qubul dan dubur), muntah secara sengaja, dan melakukan hubungan dengan lawan jenis.

Kemudian keluarnya air mani secara sengaja, mengalami haid atau nifas, gila, serta murtad. Jika berdasarkan beberapa hal tersebut, maka bisa dikatakan menonton film dewasa pada saat sedang berpuasa memang tidak secara langsung membatalkan puasa.

Dikutip dari artikel "Hukum Menonton Video Dewasa saat Ibadah Puasa" oleh Alhafiz Kurniawan (NU Online), memandang sesuatu dengan syahwat tidak termasuk dari hal-hal yang membatalkan puasa. Oleh karena itu, tindakan menonton video dewasa tidak membatalkan puasa.

Meskipun statusnya tidak membatalkan, orang yang sedang berpuasa sebaiknya menghindarkan diri dari menonton film dewasa. Sebagaimana hikmah puasa, selayaknya menjauhi diri dari perkara yang dapat membatalkan puasa dengan cara menahan nafsu dan syahwat.

MUI (Majelis Ulama Indonesia) melalui Komisi Fatwa juga telah mengeluarkan fatwa nomor 287 Tahun 2001 tentang pornografi dan pornoaksi.

Dalam keputusan MUI tersebut, hal-hal berkaitan dengan "Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau memperlihatkan gambar orang, baik cetak atau visual, yang terbuka auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang dapat membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram,".

Dengan keluarnya Fatwa MUI tersebut, menonton film dewasa termasuk perbuatan yang haram lantaran melihat gambar orang yang dapat membangkitkan nafsu birahi atau gambar hubungan seksual.

Sementara itu terdapat hadis yang menyatakan "Barangsiapa melihat aurat saudaranya dengan sengaja, tidak diterima Allah SWT shalatnya selama 40 hari, dan tidak diterima doanya selama 40 subuh (hari),".

Sejumlah kalangan menilai bahwa hadis yang menyatakan demikian ini termasuk maudhu alias palsu lantaran perawinya, Harun, dianggap sebagai pembohong (alkadzab).

Meskipun hadis tersebut palsu, esensinya tetap penting dipahami. Bahwa, seorang muslim memang dilarang untuk menggunakan matanya untuk hal-hal terlarang seperti menonton film dewasa.

Selain itu, juga terdapat hadis yang bisa dijadikan landasan untuk tidak berbuat maksiat dengan tidak melihat aurat orang lain, seperti "Tidak boleh laki-laki melihat aurat laki-laki lain; perempuan melihat auratnya perempuan lain. Tidak boleh lelaki berada dalam satu pakaian dengan lelaki lain begitu juga perempuan tidak boleh berada pada satu baju dengan perempuan lain," (H.R. Muslim).

tirto.id - Sosial budaya

Kontributor: Beni JoPenulis: Beni JoEditor: Fitra Firdaus

Sehari sebelum Hari Raya Idul Adha, terdapat amalan puasa Arafah dengan keutamaan mulia. Namun, timbul pertanyaan, apakah puasa Arafah boleh dikerjakan tanpa puasa Tarwiyah? Sebab, keduanya terletak pada hari yang berurutan.

Berdasar uraian dalam buku Fikih Puasa karya Ali Musthafa Siregar, puasa Arafah merupakan ibadah yang dilaksanakan sehari dalam setahun, yakni pada 9 Dzulhijjah. Terdapat banyak pendapat terkait asal-muasal penamaannya. Salah satunya adalah karena bertepatan dengan momen Nabi Ibrahim AS mengetahui (arafa) kebenaran mimpinya.

Sementara itu, dirujuk dari buku Amalan Ibadah Bulan Dzulhijjah oleh Hanif Luthfi Lc MA, puasa Tarwiyah dikerjakan pada 8 Dzulhijjah. Istilah tarwiyah berasal dari kata tarawwa bahasa Arab yang artinya membawa bekal air. Sebab, pada 8 Dzulhijjah, jemaah haji akan minum, memberi minum unta tunggangannya, dan membawa air dalam wadah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seorang muslim yang mengerjakan puasa Arafah akan dihapuskan dosanya tahun lalu dan tahun yang akan datang. Diambil dari buku Panduan Praktis Amalan Ibadah di Bulan Dzulhijjah oleh Abu Abdillah Syahrul Fatwa, dari Ibnu Qatadah, Rasulullah menerangkan,

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ

Artinya: "Puasa Arafah menghapus dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang." (HR Muslim no 1662)

Amalan sekali setahun ini sangat sayang apabila ditinggalkan begitu saja. Namun, sebelum mengamalkannya, umat Islam harus tahu seluk-beluknya secara mendetail, termasuk hukum puasa Arafah tanpa Tarwiyah. Berikut ini penjelasan lengkapnya yang telah detikJateng siapkan.